Mengurai Masalah Sampah dan Lingkungan di Kota Yogyakarta Melalui Visi-Misi Calon Walikota Yogyakarta


Ilustrasi Tumpukan Sampah | Sumber: pexels.com

Yogyakarta masih menghadapi tantangan serius dalam pengelolaan sampah, dengan volume yang mencapai 300 ton per hari. Masalah ini menjadi salah satu isu utama yang disoroti dalam Festival Pilkada Yogyakarta pada 2 November lalu, di mana tim pemenangan pasangan calon (paslon) memaparkan visi dan misi terkait lingkungan. Forum ini memperlihatkan beragam pendekatan yang ditawarkan, meski tidak semuanya disertai dengan kehadiran perwakilan.


Tim pemenangan Heroe Poerwadi dan Sri Widya Supena yang diwakili King Valen S. Suseno menyoroti pentingnya perubahan perilaku warga dalam memilah sampah. Mereka menawarkan insentif untuk warga yang tertib, disertai sanksi bagi pelanggar aturan pengelolaan sampah. “Kami juga ingin membentuk BUMD khusus pengelolaan sampah untuk meningkatkan efisiensi dan memanfaatkan sampah sebagai potensi pendapatan daerah,” jelas King Valen. Selain itu, solusi teknologi seperti insenerator tanpa emisi direncanakan untuk diterapkan di tingkat kecamatan. Gagasan ini menjanjikan, tetapi tantangannya terletak pada sosialisasi kepada masyarakat agar teknologi ini dapat diterima secara luas.

Pasangan Hasto Wardoyo dan Wawan Harmawan, meskipun tidak hadir dalam Festival Pilkada Yogyakarta pada 2 November, memiliki visi yang menyoroti isu lingkungan dalam dokumen mereka. Mereka berkomitmen untuk menekan produksi sampah dengan mengurangi penggunaan plastik sekali pakai di UKM dan pasar tradisional, serta memperluas cakupan program bank sampah ke seluruh kelurahan. Selain itu, mereka mengusulkan insentif dan penalti dalam pengelolaan sampah, modernisasi fasilitas TPA Piyungan dengan insenerator skala besar, serta penguatan regulasi produsen plastik untuk beralih ke material ramah lingkungan. Meski terdengar progresif, absennya mereka dalam forum memunculkan kritik dari warga yang menginginkan penjelasan lebih konkret tentang implementasi program tersebut.

Tim pemenangan Afnan Hadikusumo dan Singgih Raharjo, yang diwakili Puspita Wijayanti, memaparkan program Jogja Nol Sampah yang bertumpu pada pengelolaan sampah rumah tangga. Mereka mengusulkan sistem edukasi yang terintegrasi dengan insentif untuk masyarakat, serta penggunaan insenerator sebagai solusi darurat. “Kami juga ingin merevitalisasi sungai-sungai seperti Code dan Gajah Wong untuk mengembalikan fungsinya sebagai ruang hijau sekaligus wisata air,” kata Puspita. Pendekatan ini terlihat menyeluruh, tetapi tantangan terkait pendanaan dan komitmen jangka panjang menjadi hal yang perlu dijelaskan lebih lanjut.

Sejumlah warga yang hadir di forum turut mengkritisi berbagai gagasan yang disampaikan. Salah satu sorotan utama adalah perlunya kebijakan yang mengatasi sampah dari hulu. “Yang sering disuruh berubah itu kami, masyarakat. Tapi produsen plastik masih bebas memproduksi tanpa batas,” ujar seorang peserta diskusi. Kritik ini menegaskan bahwa solusi lingkungan tidak bisa hanya berbasis pendekatan hilir; regulasi terhadap produsen juga harus menjadi prioritas.

Dari paparan tersebut, terlihat bahwa masing-masing paslon membawa pendekatan yang berbeda dalam mengatasi persoalan sampah. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah sejauh mana visi-misi ini dapat diimplementasikan dengan dukungan kebijakan, sumber daya, dan kerja sama antara pemerintah dan masyarakat. Dengan tantangan lingkungan yang semakin kompleks, kota ini membutuhkan solusi yang tidak hanya teknis tetapi juga strategis untuk menjamin keberlanjutan Yogyakarta sebagai kota budaya yang ramah lingkungan.

Penulis: Rayhan Fasya Firdausi

Post a Comment

Previous Post Next Post