MK menilai pelaksanaan pemilu serentak menyebabkan masyarakat sulit untuk menilai kinerja pemerintah hasil pemilu nasional, karena jaraknya begitu berdekatan pemilu daerah. Selain itu, partai politik bisa mempersiapkan kadernya untuk mencalonkan di legislatif, eksekutif atau bahkan pejabat lainnya. MK sudah meminta DPR untuk mengkaji putusan MK yang cenderung memberikan tambahan durasi kepada DPRD/Provinsi/Kabupaten/Kota, bahkan Wakil Ketua MK Saldi Isra menekankan pentingnya rekayasa konstitusional untuk menata ulang masa jabatan yang terdampak. Ini bukanlah pekerjaan yang mudah bagi DPR untuk mengkaji penambahan masa jabatan untuk DPRD yang mendapatkan jatah lebih, yaitu adalah 2 tahun. Beberapa pengamat melihat bahwa keputusan yang dilakukan oleh MK justru tidak sesuai dengan konstitusi, karena pada dasarnya tidak ada hukum atau aturan yang membolehkan DPRD bisa menambah masa jabatan.
Putusan yang dilakukan oleh MK untuk menambah masa jabatan DPRD dan kepala daerah lainnya menyebabkan adanya respon dari Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda yang menyebut hal ini merupakan kajian utama di Komisi tersebut, dan akan menjadi pembahasan pada revisi UU Pemilu. Bahkan, ia mengatakan, bahwa jabatan kepala daerah yang telah berakhir akan digantikan oleh pejabat sementara atau PLT, lalu bagi anggota DPRD memerlukan perpanjangan masa jabatan sampai pemilu di tingkat daerah digelar. Melihat apa yang dilakukan DPR terhadap kajian penambahan masa jabatan anggota DPRD, sebaiknya harus segera dikaji, karena kalau melihat pada durasi waktu pemilu selanjutnya sangat cepat. DPR tentu diharapkan dapat mendiskusikan dengan beberapa stakeholder lainnya untuk bisa mengambil keputusan darurat dengan membuat UU Pemilu terkait penambahan masa jabatan DPRD yang terkesan diluar prediksi dari pemerintah.
Selain itu, banyak dari pengamat politik yang memberikan kritik pada keputusan MK ini yang dianggap kontroversial. Dilansir dari Detik, ada kritik yang disampaikan oleh Adi Prayitno DIrektur Parameter Politik Indonesia, yang menyebutkan bahwa beberapa politisi Senayan merasa sebal dengan keputusan yang diambil oleh MK. Dirinya mengatakan bahwa apa yang diputuskan oleh MK melampaui kewenangan, sehingga dapat bersifat inkonstitusional dan lainnya. Karena terkadang apa yang diputuskan oleh MK cenderung masih mentah dan belum dikaji lebih jauh. Selanjutnya ada kritik dari Ketua Badan Legislasi Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PKS Zainudin Paru menyebutkan bahwa putusan yang diambil oleh MK telah melanggar amanat Pasal 22E UUD 1945 yang menegaskan pemilu harus dilaksanakan serentak lima tahun sekali. Putusan MK yang berpotensi menambah masa jabatan anggota DPRD tanpa pemilihan dianggap sebagai tindakan yang inkonstitusional.
Melihat dari beberapa kritik memang ada betulnya bahwa apa yang dilakukan oleh MK telah melanggar konstitusi dengan memperpanjang masa jabatan anggota DPRD. Tapi di satu sisi, kita harus bisa berpikir obyektif, karena pemilu serentak yang sudah dilaksanakan sebelumnya membuat jenuh. Kalau dilihat juga beberapa masyarakat sering dibuat kebingungan dengan pemilihan calon anggota legislatif yang begitu banyak, dengan adanya pemisahan tersebut dapat memberikan dampak positif dan efisiennya pemilihan anggota DPR atau DPRD. Melihat dari perspektif penyelenggara pemilu yaitu KPPS yang terkadang diberikan tugas berat, dengan adanya pemisahan ini, maka tugas KPPS akan semakin efektif dan mudah dalam menghitung suara. Karena jam kerja dari KPPS cenderung sangat lama, kalau melihat dari data ada 181 orang meninggal dunia dan 4.770 yang meninggal dunia, dikarenakan beban kerja banyak dan memakan waktu cukup lama
Selanjutnya apa yang harus dilakukan? Langkah konkrit harus dilakukan itu ada pada perumus undang-undang, yaitu DPR. Dalam jangka waktu yang dibilang singkat DPR harus segera menyusun UU Pemilu terkait penambahan masa jabatan anggota DPRD dan pemisahan pemilu, karena kalau hal ini tidak dibahas dan dikaji secepat mungkin, maka akan menyebabkan beberapa permasalahan pada internal pemerintah. Seperti adanya politisi yang tidak sepakat dengan adanya putusan ini, yaitu Djarot Syaiful Hidayat Ketua DPP PDI yang menganggap putusan tersebut melanggar undang-undang. Itu hanya satu dari beberapa politisi yang tidak sepakat, karena intinya kebanyakan dari mereka menganggap putusan yang dilakukan oleh MK terkesan buru-buru dan melanggar aturan.
Ditulis oleh: Raihan Aditya
Mahkamah Konstitusi. (2025, 26 Juni). Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal Diselenggarakan Terpisah Mulai 2029. https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=23414
Tempo.co. (2025, 26 Juni). Mahkamah Konstitusi Putuskan Pemilu Nasional dan Daerah Diselenggarakan Terpisah Mulai 2029. https://www.tempo.co/politik/mahkamah-konstitusi- putuskan-pemilu-nasional-dan-daerah-diselenggarakan-terpisah-mulai-2029-1815451
Kompas. (2025, 2 Juli). PKS Kritik Putusan MK yang Pisahkan Pemilu Nasional dan Lokal. https://www.kompas.id/artikel/pks-kritik-putusan-mk-yang-pisahkan-pemilu-nasional-dan-lokal
DetikNews. (2025, 6 Juli). Pakar Nilai DPR Ramai-ramai Kritik Putusan MK soal Pemilu Gegara Dirugikan. https://news.detik.com/berita/d-7997918/pakar-nilai-dpr-ramai-ramai-kritik-putusan-mk-soal-pemilu-gegara-dirugikan
DetikNews. (2024, 25 Maret). Ketua KPU Ungkap Total 181 Anggota PPK-KPPS Pemilu 2024 Meninggal Dunia. https://news.detik.com/pemilu/d-7260232/ketua-kpu-ungkap-total-181-anggota-ppk-kpps-pemilu-2024-meninggal-dunia