Dilema Program Kampus Merdeka: Dicintai Mahasiswa Tetapi Berisiko Menurunkan Kualitas Akademik

Ilustrasi Mahasiswa Magang | Sumber: Pexels.com

    Dalam sebuah postingan di akun Instagram pada 7 Juli 2024, Mendikbudristek Nadiem Makarim mengklaim program Merdeka Belajar “berhasil” berkat gotong royong semua stakeholders. Klaim ini bukan pertama kali dilakukan. Pada 24 Januari 2023 di Jakarta, menteri termuda kedua setelah Dito Ariotedjo ini mengklaim bahwa program Kampus Merdeka telah sukses besar. Menurutnya, mahasiswa yang mengikuti program ini lebih cepat mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang menempuh jalur pendidikan tradisional. Berdasarkan survei dari Kemendikbudristek, 78% peserta Kampus Merdeka mendapatkan pekerjaan dalam waktu tiga bulan setelah lulus, dengan rata-rata gaji awal sebesar 20% lebih tinggi. Temuan ini menjadi bukti bahwa program ini berhasil menjembatani kesenjangan antara dunia pendidikan dan dunia kerja. Namun, klaim ini menuai perdebatan di kalangan akademisi dan mahasiswa mengenai dampak jangka panjangnya terhadap kualitas pendidikan. Banyak yang merasa bahwa keberhasilan jangka pendek ini tidak sebanding dengan potensi dampak negatif pada pemahaman teoritis mahasiswa.


    Program Kampus Merdeka benar-benar menjadi primadona di kalangan mahasiswa. Mahasiswa lebih tertarik pada program ini daripada bergabung dengan organisasi mahasiswa karena program ini menawarkan magang, pertukaran pelajar, dan proyek independen yang bisa menggantikan hingga 20 SKS mata kuliah. Mahasiswa merasa bahwa program ini memberi mereka fleksibilitas dan pengalaman praktis yang lebih relevan dengan dunia kerja. Hasil survei menunjukkan bahwa mereka yang mengikuti program ini merasa lebih termotivasi dan terlibat dalam proses belajar mereka. Namun, ada kekhawatiran bahwa popularitas ini didorong oleh keinginan untuk menghindari mata kuliah teori yang dianggap sulit, yang pada akhirnya dapat mengurangi kualitas pembelajaran akademik mereka.


    Salah satu kritik utama terhadap Kampus Merdeka adalah konversi hingga 20 SKS yang mengurangi kesempatan mahasiswa untuk belajar teori. Dengan lebih banyak waktu dihabiskan untuk magang dan proyek, mahasiswa kehilangan pemahaman mendalam terhadap teori yang seharusnya mereka pelajari di kelas. Hal ini dikhawatirkan akan berdampak buruk pada kualitas lulusan di masa depan. Beberapa mahasiswa melaporkan kesulitan memahami konsep-konsep dasar yang esensial dalam bidang studi mereka. Ini berpotensi menciptakan lulusan yang lebih siap secara praktis tetapi kurang kompeten secara akademis, yang bisa menjadi masalah besar ketika mereka harus menghadapi tantangan yang membutuhkan pemikiran kritis dan analitis.


    Penurunan kualitas intelektual mahasiswa juga menjadi perhatian serius. Banyak yang berpendapat bahwa program ini lebih menekankan pada aspek praktis tanpa memberikan landasan teori yang kuat. Mahasiswa yang lebih fokus pada pengalaman lapangan mungkin tidak mendapatkan pemahaman mendalam tentang konsep-konsep dasar penting dalam bidang studi mereka. Ini bisa berdampak pada kemampuan analitis dan kritis mereka, yang merupakan elemen penting dalam pembelajaran tingkat tinggi. Selain itu, beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemahaman teori yang kuat adalah dasar untuk inovasi dan pengembangan lebih lanjut dalam banyak bidang. Tanpa dasar yang kuat ini, mahasiswa mungkin kurang mampu untuk beradaptasi dan berkembang dalam karir mereka di masa depan.


    Sudah terlanjur menjadi primadona bagi mahasiswa, rupanya program magang bukanlah kewajiban akademik. Memang, pengalaman magang dibutuhkan untuk masa depan dunia kerja. Namun, hal tersebut tidak sepenuhnya bisa menggantikan kegiatan akademik. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, magang tidak seharusnya menggantikan kewajiban akademik. Namun, dengan adanya program Kampus Merdeka, magang menjadi bagian integral dari kurikulum, menimbulkan kekhawatiran bahwa mahasiswa hanya akan menjadi "budak korporat" yang lebih mementingkan pengalaman kerja daripada pengetahuan akademik. Magang dalam undang-undang ini dimaksudkan untuk pelatihan kerja dan peningkatan kompetensi, bukan sebagai pengganti pembelajaran akademik yang memberikan dasar teoritis yang kuat. Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan; banyak mahasiswa yang merasa lebih diutamakan sebagai tenaga kerja murah daripada peserta pelatihan yang mendapatkan pengalaman belajar yang bermanfaat.


    Walaupun kontroversial, kampus tetap menjalankan program Kampus Merdeka. Salah satu alasan utama adalah karena tuntutan akreditasi. Program ini menjadi indikator kinerja utama (IKU) yang sangat mempengaruhi peringkat dan reputasi kampus. Akibatnya, banyak perguruan tinggi berlomba-lomba melaksanakan program ini, sering kali tanpa memperhatikan substansi pendidikan yang sebenarnya. Fokus berlebihan pada pencapaian indikator kinerja ini bisa mengaburkan tujuan utama pendidikan tinggi, yaitu pengembangan intelektual dan kemampuan kritis mahasiswa. Beberapa kampus bahkan melaporkan merasa tertekan untuk memenuhi target konversi SKS dan partisipasi mahasiswa dalam program ini, meskipun mereka merasa program tersebut tidak sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan akademik dan tujuan pendidikan mereka.


    Salah satu yang menjadi kontroversi Kampus Merdeka adalah sistem konversi SKS yang masih belum jelas dan kurang panduan konkret dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Permendikbud No. 3 Tahun 2020 yang mengatur tentang program ini tidak memberikan panduan rinci mengenai cara konversi yang seharusnya dilakukan. Kampus sering kali bingung dengan implementasi program ini, terutama karena capaian pembelajaran lulusan (CPL) masing-masing program studi berbeda dengan kompetensi yang diperoleh melalui magang. Hal ini menyebabkan ketidakpastian dan inkonsistensi dalam pelaksanaan program di berbagai perguruan tinggi. Banyak dosen dan pengelola program merasa tidak memiliki cukup informasi dan dukungan untuk mengintegrasikan program ini dengan kurikulum yang ada, sehingga menyebabkan kekhawatiran akan ketidaksesuaian antara tujuan akademik dan pengalaman praktis yang diperoleh mahasiswa.


    Dengan berbagai kontroversi ini, jelas bahwa Kampus Merdeka bukanlah solusi yang sepenuhnya tepat untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Seharusnya, Kementerian Pendidikan hanya perlu menetapkan standar kurikulum berbasis kebutuhan dunia kerja, dan memberikan kebebasan kepada masing-masing kampus untuk mengembangkan program yang sesuai dengan standar tersebut. Hal ini akan memungkinkan kampus untuk tetap mempertahankan esensi pembelajaran teori sekaligus memberikan pengalaman praktis yang relevan bagi mahasiswa, tanpa mengorbankan kualitas akademik mereka. Dengan pendekatan yang lebih fleksibel dan terarah, diharapkan pendidikan tinggi di Indonesia dapat menghasilkan lulusan yang tidak hanya siap secara praktis tetapi juga memiliki dasar teoritis yang kuat untuk menghadapi tantangan di masa depan.


Ditulis oleh: Rayhan Fasya Firdausi


Referensi:

  • RRI Nasional. (2023, Januari 24). Nadiem Makarim Klaim Program Kampus Merdeka Sukses. https://www.rri.co.id/nasional/242922/nadiem-makarim-klaim-program-kampus-merdeka-sukses
  • Jambi One. (2023, Januari 24). Wow, Nadiem Klaim Sukses, Peserta Kampus Merdeka Lebih Cepat Dapat Pekerjaan dengan Gaji Tinggi. https://www.jambione.com/nasional/1363475812/wow-nadiem-klaim-sukses-peserta-kampus-merdeka-lebih-cepat-dapat-pekerjaan-dengan-gaji-tinggi
  • Jawa Pos. (2023, Januari 24). Nadiem Makarim Klaim Peserta Kampus Merdeka Lebih Cepat Dapat Pekerjaan. https://www.jawapos.com/pendidikan/013472893/nadiem-makarim-klaim-peserta-kampus-merdeka-lebih-cepat-dapat-pekerjaan
  • Warta Kema. (2023, Februari 15). Kampus Merdeka Dinilai Lebih High Demand Dibanding Organisasi. https://wartakema.com/kampus-merdeka-dinilai-lebih-high-demand-dibanding-organisasi/
  • Dikti Kemendikbud. (2022, Desember 10). Program Kampus Merdeka Ajak Mahasiswa Indonesia Menjadi SDM Kreatif dan Adaptif. https://dikti.kemdikbud.go.id/kabar-dikti/kabar/program-kampus-merdeka-ajak-mahasiswa-indonesia-menjadi-sdm-kreatif-dan-adaptif/
  • Medcom. (2022, November 25). Organisasi Mahasiswa Versus Program Kampus Merdeka: Mana yang Lebih Baik?. https://osc.medcom.id/community/organisasi-mahasiswa-versus-program-kampus-merdeka-mana-yang-lebih-baik-6086
  • Kompas. (2023, Januari 22). Membenahi Kampus Merdeka. https://www.kompas.id/baca/opini/2023/01/22/membenahi-kampus-merdeka
  • Kompasiana. (2022, Maret 25). Kampus Merdeka: Peningkatan atau Penurunan Kualitas Mahasiswa. https://www.kompasiana.com/mdfernanda/621588debb448638b06a5912/kampus-merdeka-peningkatan-atau-penurunan-kualitas-mahasiswa
  • Pena Pijar. (2022, Mei 14). Program MBKM Ala Nadiem Makarim: Mengintensifkan atau Memasifkan Mutu Mahasiswa?. https://penapijar.com/program-mbkm-ala-nadiem-makarim-mengintensifkan-atau-memasifkan-mutu-mahasiswa/
  • Media Pesan. (2022, Agustus 18). Kontroversial Program MBKM, Netizen: Budak Korporat Bareng UU Ciptaker?. https://mediapesan.com/kontroversial-program-mbkm-netizen-budak-korporat-bareng-uu-ciptaker/
  • Kemdikbud. (2022, Juli 10). Panduan Implementasi Kampus Merdeka. https://lldikti13.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2022/07/Panduan-Implementasi-Kampus-Merdeka-1.pdf

 

Post a Comment

Previous Post Next Post